karena prasangkaku selalu membuat rahasia sesamar engkau memberi cinta, sunyi paling kering, pernah kita simpan saat aku harus menggambar tanpa kanvas yang harus kulakukan sambil berlari serta membuat api agar menggigil,
"wow, engkau memberikan apa yang kau simpan." sementara kusadari nafasku adalah potongan gambar duka yang patuh.
bukankah telah Kau lihat? Setiap mili tubuhku adalah hanya sapuan kuas, ketika diantaranya bisa kau baca romantika luka. Kuraba gambar yang tanpa kanvas itu dalam kantongku, warna yang tumpang tindih berhamburan keluar, berkejaran ,berdesakan menuju liang hati, engkau tak pernah tak sedia tak hadir dalam mati sesaatku hingga aku bisa melihat dalam kegelapan.
Namun Aku tak habis pikir, kumpulan warna seperti ini dibuat untuk apa? apa hanya untuk membuat seseorang jatuh cinta, bagaimana jika tak ada seorangpun menikmatinya?
Tapi tetap kuharap itu wajahmu, meski kita sering lelah berbantah, menebar tengkar, menebar sangka, engkau wanita yang selalu berseloroh dengan waktu yang tak sungkan menjatuhkan air tangis membulir banyaknya, di setiap tarikan napas dan langkah kakinya, engkau perempuan yang selalu membuat keteduhan hati meski inginnya tak hanya sampai disini, tak lagi menjadi setengah hati berdo’a untuk tubuhnya yang sederhana menghitung beban dan panjangnya usia,
Aku telah mengenal nafasmu, engkau tak ingin dikenali sebagai lukisan walau hanya dengan satu goresan warna, karena khirka kekhawatiran seringkali membungkus wangi tubuhmu,
namun kala daun kaku mengeras, hatimu lalu ikhlas luruh menderas, engkau tebarkan wangi pada jiwa orang-orang yang paling sederhana. Di istana para malaikat, ketika orang-orang sedang sibuk, lalu lalang ribut kehilangan hati….
suatu waktu
engkau bisikkan cinta 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar