Rabu, 30 Oktober 2013

MENGENANGMU
Tanyalah pada mereka, tanyakan tentangmu,
apa yang mereka tahu, hanyalah tentangmu.
Tentang cinta seraga nyawa yang bersua dalam temu dan tidak berdahulu.
Tanyalah bulan, betapa setiap kali ia terlihat,
pasti namamu kan terungkap,
ku lupa tanyakan pada manusia, setiap puisi dan lagu pasti ada secebis nyawamu kuselit bersama.
Lihatlah kepada suatu kirmizi di langit,
kau kan terlihat....
sepucuk surat ku terbangkan melalui angina yang lalu,
kutulis diatas kertas yang tak pernah wujud,
Arkian,,,,,,,
ku hembuskan nafas ini, dengan namamu tertulis,
lalu gadis kemana perginya....entah....

(sesaat denganmu)

Selasa, 11 September 2012

huruf berbeda

jangan pandangi tubuhku sebagai nyawa yang senasib
dari rangkaian gambar dan huruf berbeda
karena aku bukan yang pertama ada walau bersama ada
tubuh hanya ingin berada di ke Esaan
genapkan tubuh seratus hitungannya....
hingga masa habisnya nyawa

Senin, 13 Februari 2012

NOKTAH ABU ABU





Dari tempatku berdiri semua dapat terlihat
Ada tiga gunung panjang dengan kayu berukir kaligrafi, Dan dua pulau di teluk.
Aku telusuri garis cakrawala, tipis dan halus, tapi sampai disini aku terhenti, apa aku harus Kembali ke tempatku mulai menapak, karena Lebih dari pada itu aku tidak bisa melihat:
aku terbatasi kaki walau kemaren serasa aku bisa menyentuhnya dengan tanganku,
dulu semua hal tampaknya begitu kecil, Ganjil kesadaran yang tak pernah dikenal, Lalu mengundang hati untuk mabuk bersama, Hampa pada wajah sendiri, rimba sepi atas kejadian, Gelisah, asing memasuki jiwa sendiri, Berlapis-lapis mimpi, tiada dinding, haruskah berakhir sebelum menjumpainya. Tapi aku bukan abu-abu itu,,,,,,,







Minggu, 01 Januari 2012

JEJAK SAJAK


Perempuanku....
Di sungai afiyah ini kutemukan engkau bersujud sebanyak nafas yang kau punya, terbang dari dahan-dahan jiwa mengikuti angin yang memuja keramahan,
Waktu tak lagi mampu menyuruhmu memainkan mutiara mengarak awan mendengarkan aroma hati yang terbakar
sejak itu engkau tahu jika siang dan bulan tidak bersujud pada matahari, dan pandainya engkau berterimakasih pada kaki tangan ini, berterimakasih pada mata dan telinga ini yg selalu bersedia menghantarkan diri pada kerinduan-Nya

lihatlah...!! engkau pecahkan langit melihat sajak-sajakmu dalam kaligrafi saat angin membuat jejak di hamparan pasir, dirumah bumi yang senantiasa terhampar, dan engkau di kaki kakinya telah menyiapkan untuk menidurkan jasadmu dan menguburkannya rapat-rapat, tubuhmu ikuti roh di setiap persinggahannya dengan rahasianya sudah berapa banyak sudah raga terbaring dengan segala sifat dan daya yang diagungkankan dulu yang Akhirnya akan menjumpaimu juga dikeriput jejak waktu







Perempuanku....

Minggu, 25 Desember 2011

SATU ALINEA YANG RUMPANG




Diam...!!...diamlah sejenak...! Tidakkah keterlaluan bagimu,
jika engkau tidak mampu menahannya! karamkanlah jiwaku dalam tafakur, rasakan tiap mili, tiap jengkal, dengan perlahan rasa yang mengalir pada tubuhku hingga raga ini menjadi utuh dan mengerti jika diri bagian dari kalimatmu yang rumpang. Ataukah harus menjadi Anaphora terlebih dahulu agar yakini jika satu alinea yang ku tulis menyerupai roh.
aku tak akan mengundang burung gagak untuk mabuk dan menghafal bersama lalu mengatakan rahasiaku karena engkau telah meragukanku saat Engkau membiarkan diriku asing pada wujud sendiri sefasih engkau menarikan tarian hampa ini.

“jangan..jangan..” sembunyikan wajahmu, tiupkanlah lagumu meski bukan sangkakala, langit akan memahami keterpisahan dan jarak pada satu pintu awan
“jika engkau telah tinggal di rumah hati.”
Tapi bukankah kita tidak seharusnya menangisi takdir seperti yang selalu kau katakan, jiwa bukan pasifisme yang murung karena dunia ini hanyalah lambang-lambang dari tanda-tanda tapi kau tahu jika alenia tubuhmu lebih suka menyeru kefitrian.







Anaphora kata jiwa

Senin, 19 Desember 2011

SAAT MENJADI ARCA RAJA



Arca Maurya dari Tamraparni terdiam saja di pintu, menghardik sepi bukan karena anasir menunggu atau ditunggu matahari, hanya bayang dirinya yang selalu menutupi sebagian sungai tak berhulu. Apa yang dipunya hanyalah khirka lusuh karena matahari, Tak ada satu pun sebenarnya yang menghalangi untuk meninggalkan pintu itu dan mengucapkan selamat tinggal pada dunia ini. tubuhnya tak cukup besar rasanya untuk menanggung yang dikatakan pikirannya tapi memahami yang menghuni pikiran cukuplah sudah untuk sekedar menjadi sandaran sesaat ketika hatinya merasa gundah.

Namun sejarah adalah Sejarah yang tak akan mudah terhapus sekuat apapun usaha yg dilakukan, perjalanan adalah bagian dari hati, dan pikiran tak akan pernah sanggup menghilangkannya karena pikiran hanya akan mampu untuk menyembunyikan. Aku bukan hanya sekedar Alegori yang terpajang sebagai symbol kekuasaan,

“Aku Maurya,,aku maurya dari tamraparni,,,,” aku telah lama belajar menghinakan diri , walau terkadang kekhawatiran menghalus lembut dan muram kerap menentang,

Tapi…. mestinya aku merasa malu kalau masih mengkhawatirkan sesuatu. Karena Penakluk Asoka telah menyelesaikan Konsili dan mengirimkan thera-thera yang hampir saja memenggal kepalanya, saat sang raja Antiochos pemilik Maurya hampir saja ditaklukkan oleh waktu.

Aku adalah symbol hati, aku adalah symbol jiwa, aku bukan symbol kekuasaan, aku bukan symbol materi

Yang bersembunyi di balik aturan adat.

Ntah, ini musim keberapa sudah tubuh berdiri terdiam tanpa sukma, burung kecil silih berganti hinggap di bahu membisikkan petualangannya terkadang aku iri memandang mereka, pergi dan mengembara kemana saja sesukanya tanpa terpasung sepi.

Hari ini ada sepasang simurgh tengah bercengkarama di pundakku sepertinya dia sepasang kekasih.

“aku telah mengelana di laut dan di darat, lewat di atas gunung-gunung dan lembah-lembah untuk mencari cinta-Nya.” Ujarnya tiba-tiba pecahkahkan keheningan.

“ Yang aku jumpai hanya ratap dan keluh kerinduan saja yang terdengar. Banyak laut dan daratan di tengah jalan. Jangan kira perjalanan itu singkat dan kita mesti berhati kuat untuk menempuh jalan cinta yang luar biasa itu, karena jalan itu amat panjang dan laut itu dalam. Ada yang berjalan dengan susah payah dan keheranan, sambil kadang-kadang tersenyum dan kadang-kadang menangis. tapi bagiku, aku akan merasa bahagia menemukannya biar hanya jejaknya saja. Itu akan ada juga artinya, Janganlah kita menutup jiwa kita terhadap yang kita kasihi, tetapi hendaklah kita ada dalam keadaan yang serasi untuk menuntun jiwa kita ke istana kemuliaan”

“ Haruskah kita mengenal wujud cinta, atau tak cukupkah kita menjadi Burung yang baik saja dan tidak menyeret bulu-bulu kita dalam debu?”

“ sebenarnya cukup, tapi tanpa disadari kita kelihatannya sedang memuji Cinta, padahal sebenarnya kita sedang memuji diri sendiri. Ketika kau katakan hanya satu cintamu namun hatimu telah berebut dengan yang lain yaitu dengan mencintai kebutuhanmu sendiri”.

Lalu apakah kita pasangan cinta?

Aku dan kamu hanya bagian titik kecil dari cinta lalu akan berjalan dan kepakkan sayap bersama melintasi langit untuk membuka atap cakrawala hingga kita betul-betul bersujud di kemahaan cinta.

Sepasang simurgh itupun terbang hilang dibalik cahaya. Tapi akulah tetap arca yang terdiam yang juga berharap di medan kadim jadi tempat berdamai.



kontemplasi membuka atap cakrawala


Sabtu, 17 Desember 2011

TANDA JALAN MENUJU LANGIT



Sungguhpun pagi mengutus musim, Langit dan cahaya matahari seolah menyatu dilaut tanpa pantai. Seekor elang hinggap di reruntuhan awan, mengikuti angin yang telah lama bergantung tanpa ikatan, Dunia tersembunyi dalam jenis yang berbeda. elang dengan dada terbuka membebaskan keluhan, membiarkan pikirannya berjalan merdeka, mabuk ingin menyerupai kehendak berarak-arak.

Dia tidak akan menjatuhkan dirinya lagi ke atas tanah, dan tidak juga akan menutupi kepalanya dengan mahkota, karena dia telah lama membungkuk dengan rendah ke sisi hatinya. Sejak Pengembaraan itu dimulai, semuanya adalah kehidupan Kekasihnya dan dirinya bukan eksistensi lagi.

Kepaknya tidak bersarang dengan jejak tidak bertanda, melayang mengurai puncak, berayun-alun di atas sukma.

Rasa menepis buih berjulang datar, naik ke ubun-ubun hentikan benak menyeruak corak, elang diatas samawi bertentu tuju, melenakan hati menyadarkan rasa, mengikuti tanda yang diucapkan cakrawala, lalu elang purna, senyap, punah rupa pada Esa.





berayun-alun di atas sukma