Senin, 19 Desember 2011

SAAT MENJADI ARCA RAJA



Arca Maurya dari Tamraparni terdiam saja di pintu, menghardik sepi bukan karena anasir menunggu atau ditunggu matahari, hanya bayang dirinya yang selalu menutupi sebagian sungai tak berhulu. Apa yang dipunya hanyalah khirka lusuh karena matahari, Tak ada satu pun sebenarnya yang menghalangi untuk meninggalkan pintu itu dan mengucapkan selamat tinggal pada dunia ini. tubuhnya tak cukup besar rasanya untuk menanggung yang dikatakan pikirannya tapi memahami yang menghuni pikiran cukuplah sudah untuk sekedar menjadi sandaran sesaat ketika hatinya merasa gundah.

Namun sejarah adalah Sejarah yang tak akan mudah terhapus sekuat apapun usaha yg dilakukan, perjalanan adalah bagian dari hati, dan pikiran tak akan pernah sanggup menghilangkannya karena pikiran hanya akan mampu untuk menyembunyikan. Aku bukan hanya sekedar Alegori yang terpajang sebagai symbol kekuasaan,

“Aku Maurya,,aku maurya dari tamraparni,,,,” aku telah lama belajar menghinakan diri , walau terkadang kekhawatiran menghalus lembut dan muram kerap menentang,

Tapi…. mestinya aku merasa malu kalau masih mengkhawatirkan sesuatu. Karena Penakluk Asoka telah menyelesaikan Konsili dan mengirimkan thera-thera yang hampir saja memenggal kepalanya, saat sang raja Antiochos pemilik Maurya hampir saja ditaklukkan oleh waktu.

Aku adalah symbol hati, aku adalah symbol jiwa, aku bukan symbol kekuasaan, aku bukan symbol materi

Yang bersembunyi di balik aturan adat.

Ntah, ini musim keberapa sudah tubuh berdiri terdiam tanpa sukma, burung kecil silih berganti hinggap di bahu membisikkan petualangannya terkadang aku iri memandang mereka, pergi dan mengembara kemana saja sesukanya tanpa terpasung sepi.

Hari ini ada sepasang simurgh tengah bercengkarama di pundakku sepertinya dia sepasang kekasih.

“aku telah mengelana di laut dan di darat, lewat di atas gunung-gunung dan lembah-lembah untuk mencari cinta-Nya.” Ujarnya tiba-tiba pecahkahkan keheningan.

“ Yang aku jumpai hanya ratap dan keluh kerinduan saja yang terdengar. Banyak laut dan daratan di tengah jalan. Jangan kira perjalanan itu singkat dan kita mesti berhati kuat untuk menempuh jalan cinta yang luar biasa itu, karena jalan itu amat panjang dan laut itu dalam. Ada yang berjalan dengan susah payah dan keheranan, sambil kadang-kadang tersenyum dan kadang-kadang menangis. tapi bagiku, aku akan merasa bahagia menemukannya biar hanya jejaknya saja. Itu akan ada juga artinya, Janganlah kita menutup jiwa kita terhadap yang kita kasihi, tetapi hendaklah kita ada dalam keadaan yang serasi untuk menuntun jiwa kita ke istana kemuliaan”

“ Haruskah kita mengenal wujud cinta, atau tak cukupkah kita menjadi Burung yang baik saja dan tidak menyeret bulu-bulu kita dalam debu?”

“ sebenarnya cukup, tapi tanpa disadari kita kelihatannya sedang memuji Cinta, padahal sebenarnya kita sedang memuji diri sendiri. Ketika kau katakan hanya satu cintamu namun hatimu telah berebut dengan yang lain yaitu dengan mencintai kebutuhanmu sendiri”.

Lalu apakah kita pasangan cinta?

Aku dan kamu hanya bagian titik kecil dari cinta lalu akan berjalan dan kepakkan sayap bersama melintasi langit untuk membuka atap cakrawala hingga kita betul-betul bersujud di kemahaan cinta.

Sepasang simurgh itupun terbang hilang dibalik cahaya. Tapi akulah tetap arca yang terdiam yang juga berharap di medan kadim jadi tempat berdamai.



kontemplasi membuka atap cakrawala


Tidak ada komentar: