Selasa, 06 Desember 2011

KUBISIKKAN RAHASIA ANGIN



Rumah dengan pilar pilar itu menimbun rahasia, rumah tanpa pagar dengan pintu besar yang tertutup rapat, hingga angin tidak diberi kesempatan untuk menaruh dirinya bersembunyi, rumah dengan rahasia yang membumi.
Rumah yang berada diantara gurun dengan langit yang hampir selalu cerah dengan bintang bintang, namun terburu gerhana menutup, bulan rapat terkatup rembulan pucat merajut pawaka malaikat menunggu diujung paksina Dalam rahasia, jauh dari jarak waktu Lidahku bercakap dengan-Nya yang kupuja Melalui sebuah jalan, di perkampungan angin.
karena Kerahasiaan ini memuncak mengkerucut membentuk kegusaran ragawi walau rasaku inginnya menghilangkan yang tertabiri di hati, terasing, penglihatan tak Mampu mentafsirkan apa yang tersirat. Takdir harmoni menjadi satuan akustik yang menggangu kepastian makna, walau aku ada karena kerahasiaan ini ada.

ditepian
nil seribu malam kutunggu
tempat daun bardi hanyut menggebu
baruh berdesik tanah pasir berbisik
khalwatku berisik hati bersisik
jadi ratapan walau akhirnya akan bertemu di titik yang sama apakah Hidup hanya akan menjadi tafsir

lalu kulanjutkan dihari yang lain Seusai gelap lenyap, ranting dan daun sudah satukan tubuhnya dengan humus. kembali kumengunjungi rumah dengan halaman padang terbuka itu, ku telah Yakin mengenal, “Ini sudah pagi sebentar lagi siang lalu senja akan segera memanggil malam “ semua berulang dalam waktu yang sama. Bumi megelinjang bagai tubuh, semua serasa meninggalkan di pusat dirinya apa yang tak dapat dihadirkannya. Begitu pula di dalam hidup, saat tertidur dalam bangunku Seorang tidak menolong kulub Hanya tetap, tidak goyang, iman di jantung, lebih lebat, lebih dahsyat, badai bersabung, lebih berkabut, bercabul topan, menggarung-garung.

akupun menyadari aku digerakkan oleh khayalan yang dilengkungkan Perasaan. individualitas tidak lagi jadi lawan kata kebersamaan. Ia berkecamuk dalam tubuh, menampakkan diri lewat raga, Tak kita rasakan jantung yang terguncang dan mulut gugup terkesima ataupun gentar. Tubuh seakan-akan menghablur. Yang somatik hanya sayup-sayup, kilau bergurau, tazkiyah nafsku telah sampai ke ubun-ubun karena Kebenaran sumsum mewujudkan ruh. Hingga dirumah ini pula ku sadarkan subyek, kubangunkan jiwa yang terikat, kuselesaikan atas problem yang timbul dari pertautan jiwa dan tubuh, lalu kujadikan takdir menjadi intensitas yang telah dijinakkan.

















ketika khayalan tengah dilengkungkan Perasaan

Tidak ada komentar: