Kamis, 25 Februari 2010

Pluralitas


Pluralitas



Prilaku manusia dengan segala rasionalitas di muka Bumi gambaran seni yang di ciptakan tuhan paling indah. Satu Kehidupan plural senantiasa berubah namun dengan simbolisme kehidupan yang sama. Artinya hanya melalui kisah, tindakan manusia akan menjadi sejarah. Sekalipun setiap orang memulai dari dirinya sendiri memasukkan kedalam budaya manusia, namun tak seorangpun menghasilkan kisah hidupnya sendiri tanpa peran orang lain.

Konsepsi Budaya dalam kerangka makna, identitas, dan nilai yang terkandung adalah wahana sebagai warga negara dalam hidup bersama, dalam pluralitas Bangsa yang majemuk. Hal ini terefleksi pada kondisi, pengalaman kita dewasa ini yang teramat memprihatinkan atas kepasifan, ketidak kritisan kita, serta keberanian tanpa pemikiran, kegalauan tanpa harapan, persekongkolan dengan kemunafikan, serta peng-atasnamaan kebenaran untuk menghalalkan kekerasan. Kristalisasi prilaku ini amatlah berbahaya, karena teror adalah bentuk Rezimnya, bentuk ini akan kian jelas melalui proses sejarah. Kebebasan diartikan sebagai kerangka konfrontasi dengan segala sesuatu di sekitarnya, kebebasan tidak lagi diartikan sebagai kemampuan mengontrol dan mengatasi diri dan alam.
Ruang publik dipilih sebagai ajang pemenuhan kebutuhan, politik juga menjadi sasaran yang paling baik untuk dijadikan ladang atau mata pencaharian utama. Jangan heran jika kemudian orang mempertahankan Visi, Misi, dan keprihatinan hidup sebagai alasan pembenarannya. Dalam situasi seperti ini, jangan bertanya tentang politik yang santun, karena sindrom yang menyertai politikus tingkat ini mudah terlibat, politik partisan demi penggalangan dukungan, KKN, sekuat tenaga mempertahankan posisi, bahkan jika perlu membayar kebohongan dan kekerasan. Bukankah idealnya politik didalamnya terkandung kebebasan, kesetaraan, keadilan, dan solidaritas. Walau pada kenyataannya pertimbangan implikasi sosial budaya sering kali hanya menjadi pemanis bibir saja.
Sikap ini juga menghapus dan menjungkir balikkan antara kewajiban sebagai warga dan kepentingan pribadi, golongan, sehingga memunculkan kecenderungan primordialisme dan sektarianisme Pengelompokan berdasarkan etnis, suku, daerah, dan agama, hingga melupakan dan menghilangkan keprihatinan terhadap dunia bersama.
ini adalah kencenderungan bentuk penolakan terhadap kondisi pluralitas manusia.
Totaliterisme muncul karena ketidak berdayaan suatu sistem sehingga kelompok atau Rezim akan dengan mudah menggunakan kebohongan dan kekerasan sebagai kuda Troya untuk mencapai tujuan.
Ini mereduksi sebuah tindakan menjadi hasil karya, politik adalah rekayasa, politik identik dengan hasil- hasil produksi yang kemudian segera dilempar kepasar yaitu Masyarakat. Dan sudah barang tentu setiap tindakan ini bisa menjadi pemicu sejumlah tindakan lain dan rangkaian reaksi yang tidak terbatas.
Ketegangan dan konflik politik yang berakar dari kecurigaan antar kelompok, orang sulit menerima perbedaan, polemik dengan akhir kekerasan dan demagogie, jika sudah begini komunikasi tak lagi mengalir. Kekuasaan hanya dicari untuk kepentingan Ekonomi. kemudian Mencari siapa yang bertanggung jawab atas karya menjadi sulit teridentifikasi dan diperhitungkan, juga menjadi letak kesulitan mengusut kejahatan dan korupsi yang dilakukan person atau suatu Rezim.
Dialog adalah salah satu faktor terbukanya kisah, karena dengan kisah tindakan dapat menjadi sejarah dan kisah tak bisa lepas dari Dialog. Tindakan bisu bukan lagi merupakan tindakan karena tanpa Dialog Demokrasi dikosongkan dari isinya dan berarti adalah kekerasan.
Sayangnya hasil karya yang seperti ini tidak dapat dikembalikan dari nol. Seseorang menciptakan patung atau hasil karya seni yang lain, bila keliru bisa dihancurkan atau dibuat kembali. Ini tidak mungkin, hasil cipta atau karya ini terjadi di dalam jaringan interaksi sosial yang sudah ada.
Karena mengampuni berarti melihat kebelakang yang telah terjadi dan melepas pelaku dari kesalahan, atau mengakhiri masa lalu, namun hal ini kian memperlihatkan ketidakmampuan suatu sistem untuk mengembalikan pada posisi awal.
Namun setiap hasil karya pasti meninggalkan jejak sejelek apapun hasil karya tersebut yaitu berupa monumen atau dokumen.

Tidak ada komentar: