Selasa, 29 November 2011

SURATKU

Di bawah bulan yang nyaris seperti limau, Lewat remang kunang-kunang, hatipun lamban dalam abai. Seberapa kuat lagi menahan Karena tubuh tidak cukup cinta untuk menjadi nyata,

Namun….aku berbahagia karena sakit berikan kesadaran kepada apa yang kumiliki, semestinya hari ini kebahagiaan itu ada tapi kenapa hati menjadi bagian tak utuh, tidak bisa lagi rasanya mengungkapkan perasaan terhadap langit. Walau lazuardi menjadi satu garis antara laut dan langit

seseorang datang membacakan surat-surat itu sepotong demi sepotong, lembar demi lembar di sampul kulit yang sumbing dan berdaki. Itu bukan suratku atau perumpamaan jiwa yang tercecer. karena Jiwa selalu di paksa Berdiri di antara dua tiang yang gumpil, merasakan malam, mengetatkan syal pada pundak. Seorang lelaki lain kini mengambil lembar-lembar itu dari si pendatang dan ia melihat sejumlah kalimat yang nyaris terhapus: “Cinta menanggungkan segalanya, percaya segalanya”. Ia membacanya keras-keras seakan-akan ada yang harus dikatakan kepada tanah ladang yang terbuka itu. “Cinta itu sabar…”. hatipun lamban dalam angin, abai dalam waktu, Namun aku pastikan melanjutkan menitipkan hati diatas titian.




saat bulan nyaris seperti limau 2007


Tidak ada komentar: